ILMU TAUHID LENGKAP ( katakan allah itu esa )





Pengertian Tauhid
Tauhid dalam bahasa artinya menjadikan sesuatu esa. Yang dimaksud disini adalah mempercayai bahwa Allah itu esa. Sedangkan secara istilah ilmu Tauhid ialah ilmu yang membahas segala kepercayaan-kepercayaan yang diambil dari dalil dalil keyakinan dan hukum-hukum di dalam Islam termasuk hukum mempercayakan Allah itu esa.
Seandainya ada orang tidak mempercayai keesaan Allah atau mengingkari perkara-perkara yang menjadi dasar ilmu tauhid, maka orang itu dikatagorikan bukan muslim dan digelari kafir. Begitu pula halnya, seandainya seorang muslim menukar kepercayaannya dari mempercayai keesaan Allah, maka kedudukannya juga sama adalah kafir.
Perkara dasar yang wajib dipercayai dalam ilmu tauhid ialah perkara yang dalilnya atau buktinya cukup terang dan kuat yang terdapat di dalam Al Quran atau Hadis yang shahih. Perkara ini tidak boleh dita’wil atau ditukar maknanya yang asli dengan makna yang lain.
Adapun perkara yang dibicarakan dalam ilmu tauhid adalah dzat Allah dilihat dari segi apa yang wajib (harus) bagi Allah dan Rasul Nya, apa yang mustahil dan apa yang jaiz (boleh atau tidak boleh)

Jelasnya, ilmu Tauhid terbagi dalam tiga bagian:
1. Wajib
2. Mustahil
3. Jaiz (Mungkin)

.1- WAJIB
Wajib dalam ilmu Tauhid berarti menentukan suatu hukum dengan mempergunakan akal bahwa sesuatu itu wajib (mutlak) atau tidak boleh tidak harus demikian hukumnya. Hukum wajib dalam ilmu tauhid ini ditentukan oleh akal tanpa lebih dahulu memerlukan penyelidikan atau menggunakan dalil.
Contoh yang ringan, uang seribu 1000 rupiah adalah lebih banyak dari 500 rupiah. Artinya akal atau logika kita dapat mengetahui atau menghukum bahwa 1000 rupiah itu lebih banyak dari 500 rupiah. Tidak boleh tidak, harus demikian hukumnya. Contoh lainnya, seorang ayah usianya harus lebih tua dari usia anaknya. Artinya secara akal bahwa si ayah wajib atau harus lebih tua dari si anak
Ada lagi hukum wajib yang dapat ditentukan bukan dengan akal tapi harus memerlukan penyelidikan yang rapi dan cukup cermat. Contohnya, Bumi itu bulat.  Sebelum akal dapat menentukan bahwa bumi itu bulat, maka wajib atau harus diadakan dahulu penyelidikan dan mencari bukti bahwa bumi itu betul betul bulat. Jadi akal tidak bisa menerima begitu saja tanpa penyelidikan lebih dahulu.
.
2- MUSTAHIL
Mustahil dalam ilmu tauhid adalah kebalikan dari wajib. Mustahil dalam ilmu tauhid berarti akal mustahil bisa menentukan dan mustahil bisa menghukum bahwa sesuatu itu harus demikian.
Hukum mustahil dalam ilmu tauhid ini bisa ditentukan oleh akal tanpa lebih dahulu memerlukan penyelidikan atau menggunakan dalil.
Contohnya , uang 500 rupiah mustahil lebih banyak dari 1000 rupiah. Artinya akal atau logika kita dapat mengetahui atau menghukum bahwa 500 rupiah itu mustahil akan lebih banyak dari1000 rupiah. Contoh lainnya,  usia seorang anak mustahil lebih tua dari ayahnya. Artinya secara akal bahwa seorang anak mustahil lebih tua dari ayahnya.
Sebagaimana hukum wajib dalam Ilmu Tauhid, hukum mustahil juga ada yang ditentukan dengan memerlukan penyelidikan yang rapi dan cukup cermat. Contohnya: Mustahil bumi ini berbentuk tiga segi. Jadi sebelum akal dapat menghukum bahwa mustahil bumi ini berbentuk segi tiga, perkara tersebut harus diselidik dengan cermat yang bersenderkan kepada dalil kuat.

.
3- JAIZ (MUNGKIN):
Apa arti Jaiz (mungkin) dalam ilmu Tauhid? Jaiz (mungkin) dalam ilmu tauhid ialah akal kita dapat menentukan atau menghukum bahwa sesuatu benda atau sesuatu dzat itu boleh demikian keadaannya atau boleh juga tidak demikian. Atau dalam arti lainya mungkin demikian atau mungkin tidak. Contohnya: penyakit seseorang itu mungkin bisa sembuh atau mungkin saja tidak bisa sembuh. Seseorang adalah dzat dan sembuh atau tidaknya adalah hukum jaiz (mungkin). Hukum jaiz (Mungkin) disini, tidak memerlukan hujjah atau dalil.
Contoh lainya: bila langit mendung, mungkin akan turun hujan lebat, mungkin turun hujan rintik rintik, atau mungkin tidak turun hujan sama sekali. Langit mendung dan hujan adalah dzat, sementara lebat, rintik rintik atau tidak turun hujan adalah Hukum jaiz (Mungkin).
Seperti hukum wajib dan mustahil, hukum jaiz (mungkin) juga kadang kandang memerlukan bukti atau dalil. Contohnya manusia mungkin bisa hidup ratusan tahun tanpa makan dan minum seperti terjadi pada kisah Ashabul Kahfi yang tertera dalam surat al-Kahfi. Kejadian manusia bisa hidup ratusan tahun tanpa makan dan minum mungkin terjadi tapi kita memerlukan dalil yang kuat diambil dari al-Qur’an.
.
SIFAT SIFAT ALLAH
Wajib bagi setiap muslim mukallaf yaitu yang memiliki akal yang sehat dan sudah masuk dewasa mempercayai bahwa terdapat beberapa sifat kesempurnaan yang tidak terhingga bagi Allah. Sifat sifat Allah itu banyak sekali dan tidak terhitung. Seandainya air laut dijadikan tinta untuk untuk menulis sifat sifat Allah tentu kita tidak akan mampu mencatatnya. Maka dari itu Abu Manshur Al-Maturidi membatasi 20 sifat yang wajib (artinya harus ada) pada Allah. Jika tidak memiliki sifat itu, berarti dia bukan Allah.
Jadi, minimal kita harus memahami dan meyakini 20 sifat tersebut agar tidak tersesat. Setelah itu kita bisa mempelajari sifat Allah lainnya yang banyak. Sebagaimana wajib dipercayai akan sifat Allah yang dua puluh maka perlu juga diketahui juga sifat yang mustahil bagi Allah. Sifat yang mustahil bagi Allah merupakan lawan dari sifat wajib.
20 Sifat-sifat Allah yang wajib diketahui oleh seorang muslim mukallaf (akil baligh) yang terkandung di dalam al-Quran termasuk juga sifat-sifat Mustahil yang wajib diketahui. Untuk mempermudah mempelajarinya terlampir dibawah ini ringkasan sifat sifat Allah yang wajib dan mustahil.
Sifat-sifat itu adalah:
1- WUJUD

Wujud (ada) adalah sifat Nafsiyyah artinya sesungguhnya Allah itu ada dan keberadaan Nya itu pasti tidak diragukan lagi. Sifat ini juga menegaskan di mana Allah menjadi tidak ada tanpa adanya sifat tersebut.
Wujud artinya ada dan sifat mustahilnya ‘Adam artinya tidak ada. Untuk membuktikan bahwa Allah itu ada bukan hal yang mudah, kecuali bagi orang-orang yang memiliki keimanan yang luhur. Memang kita tidak dapat melihat wujud Allah secara langsung, tetapi dengan menggunakan akal, kita dapat menyaksikan ciptaan-Nya. Dari mana alam semesta ini berasal? Pastilah ada yang menciptakannya. Tidak mungkin alam semesta ini jadi dengan sendirinya tanpa ada yang menciptakan.
Contoh, pernah seorang Badui (Arab dari pegunungan) ditanya, ”Dari mana kau mengetahui bahwa Allah itu ada?”. Kebetulan di muka orang Badui tadi ada kotoran unta. Ia menjawab ”Apakah kau lihat kotoran unta ini? Setiap ada kotoran unta pasti ada untanya. Tidak mungkin kotoran unta itu berada dengan sendirinya”
Sedangkan untuk kita yang hidup di abad serba canggih dan modern cara membuktikannya pula berbeda. Tentu kita melihat pesawat terbang, kereta api, mobil, komputer dan lain-lainnya, sesuatu yang tidak masuk akal jika semua itu terjadi dengan sendirinya. Ya sudah pasti ada pembuatnya. Bahkan sampai benda-benda yang sederhana saja seperti jarum ada yang membuatnya, tidak mungkin jarum itu jadi dengan sendirinya.
Walaupun kita tidak bisa melihat Allah, bukan berarti Allah itu tidak ada. Allah ada. Mesikpun kita tidak bisa melihat-Nya, tapi kita bisa merasakan ciptaannya. Pernyataan bahwa Allah itu tidak ada hanya karena panca indera manusia yang sangat terbatas, karena Dia tidak bisa diraba dan tidak bisa dilihat, makanya kita tidak bisa mengetahui keberadaan Allah kecuali dengan bukti bukti ciptaan Nya
إِنَّ رَبَّكُمُ ٱللَّهُ ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلسَمَاوَاتِ وَٱلأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ ٱسْتَوَىٰ عَلَى ٱلْعَرْشِ يُغْشِي ٱلْلَّيْلَ ٱلنَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثاً وَٱلشَّمْسَ وَٱلْقَمَرَ وَٱلنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ أَلاَ لَهُ ٱلْخَلْقُ وَٱلأَمْرُ تَبَارَكَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلْعَالَمِينَ
”Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam”.(Al-A’râf: 54).
.
2- QIDAM
– القدم : هو صفة سلبية لأنها سلبت و نفت أولية الوجود ، و معناه في حقه سبحانه و تعالى انه قديم لا أول لوجوده قال الله تعالى : { هُوَ ٱلأَوَّلُ وَٱلآخِرُ وَٱلظَّاهِرُ وَٱلْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ } والدليل العقلي على ذلك انه لو لم يكن قديما لكان حادثا و لو كان حادثا لافتقر الى محدث و يفتقر محدثه الى محدث ايضا و لوكان كذلك للزم الدور أو التسلسل و كل واحد منهما مستحيل فالله سبحانه و تعالى قديم لا أول لوجوده و يستحيل عليه الحدوث
Allah itu berada tanpa adanya permulaan. Sebagai Dzat yang menciptakan seluruh alam, Allah pasti lebih dahulu sebelum ciptaan-Nya. Kebalikannya adalah huduts (Baru) yaitu mustahil Allah itu baru dan memiliki permulaan. Allah itu dahulu tanpa awal, tidak berasal dari ”tidak ada” kemudian menjadi ”ada”.
هُوَ ٱلأَوَّلُ وَٱلآخِرُ وَٱلظَّاهِرُ وَٱلْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Allah berfirman: “ Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Lahir dan Yang Batin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu” (Al Hadiid:3)
Allah adalah Pencipta segala sesuatu. Allah yang menciptakan langit, bumi, serta seluruh isinya termasuk tumbuhan, binatang, dan juga manusia. Allah adalah awal. Dia sudah berada sebelum langit, bumi, tumbuhan, binatang, dan manusia lainnya ada. Tidak mungkin Allah itu baru ada atau lahir setelah makhluk lainnya ada.
Hikmah & Atsar:
Seorang Atheist (kafir) datang kepada Imam Abu Hanifah lalu bertanya: “Tahun berapa Allah itu berada?
Abu Hanifah menjawab: “Allah berada sebelum adanya tahun, tidak berawal dalam wujud-Nya.”
Orang kafir itu bertanya lagi: “Berikan kepada kami contoh” 
Beliau menjawab: “Angka berapa sebelum empat?
Ia berkata: “Tiga”
Abu Hanifah bertanya lagi: “Angka berapa sebelum tiga?”
Ia menjawab: “Dua”
Abu Hanifah bertanya lagi: “Angka berapa sebelum dua?”
Ia memjawab: “Satu”
Abu Hanifah betanya lagi: “Angka berapa sebelum satu?”
Ia berkata: “Tidak ada sesuatu sebelum angka satu”
Lalu Abu Hanifah berkata: “Kalau tidak ada sesuatu sebelum satu. Maka Allah itu esa tidak ada yg mengawali dalam wujudnya.”
Lalu orang kafir itu bertanya lagi pertanyaan kedua: “Kemana Allah itu berpaling?”
Abu Hanifah menjawab: “Kalau anda menyalahkan pelita di tempat yang gelap, kemana cahaya pelita itu berpaling?
Ia menjawab: “Ke setiap penjuru”
Abu Hanifah berkata: “Kalau cahaya pelita berpaling ke setiap penjur, bagaimana halnya dengan cahaya Allah, pencipta langit dan bumi.”
Lalu orang kafir itu bertanya lagi dengan pertanyaan ketiga: “Terangkan kepada kami tentang dzat Allah. Apakah Ia jamad seperti batu, atau cair seperti air, atau Ia berupa gas?”
Abu Hanifah menjawab: “Apakah anda pernah duduk di muka orang yang sedang sakarat?”
Ia menjawab: “Pernah”
Abu Hanifah bertanya: “Apakah ia bisa bercakap setelah mati?”
Ia menjawab: “Tidak bisa”
Lalu beliau bertanya lagi: “Apakah ia bisa berbicara sebelum mati?” 
Ia menjawab: “Bisa”
Lalu abu Hanifah bertanya lagi: “Apa yang bisa merobahnya sehingga ia mati?”
Ia menjawab: “Keluarnya ruh dari jasadnya” 
Abu Hanifah mejelaskan: “Oh kalau begitu keluarnya ruh dari jasadnya membuatnya ia tidak bisa berbicara?
Ia menjawab: “Betul”
Abu Hanifah bertanya: “Sekarang, terangkan kepada saya bagaimana sifatya ruh, apakah ia jamad seperti batu, atau cair seperti air, atau ia seperti gas?
Ia menjawab: “Kami tidak tahu sama sekali”
Abu Hanifah menjawab: “Jika ruh sebagai makhluk kamu tidak bisa mensifatkanya, bagaimana kamu ingin aku mensifatkan kepada kamu zdatnya Allah.
.3- BAQA’
- البقاء : صفة سلبية لأنها سلبت و نفت الفناء و معناه عدم الآخرية للوجود و معناه في حقه تعالى أنه موجود وجودا مستمرا لا آخر له ، قال الله تعالى { كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلاَّ وَجْهَهُ } و الديل العقلي على ذلك انه لو لم يكن باقيا لجاز عليه العدم و لو جاز عليه العدم لكان حادثا و كونه حادثا محال لأنه قديم و ما ثبت قدمه استحال عدمه فيستحيل عليه ضده و هو الفناء
Baqa’ (kekal) adalah sifat Salbiyah artinya sifat yang mencabut atau menolak adanya kebinasaan wujud Allah. Dalam arti lain bahwa keberadaan Allah itu kekal, berlanjut tidak binasa atau rusak.
Allah adalah Dzat yang Maha Mengatur alam semesta. Dia selalu ada selama-lamanya dan tidak akan binasa untuk mengatur ciptaan-Nya itu. Hanya kepada-Nya seluruh kehidupan ini akan kembali. Firman Allah:
كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلاَّ وَجْهَهُ لَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
”Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nya lah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (al-Qashash: 88).
Adapun sifat mustahilnya Fana, artinya rusak. Semua makhluk yang ada di alam semesta ini, baik itu manusia, binatang, tumbuhan, matahari, bulan, bintang, dll, suatu saat akan mengalami kerusakan dan kehancuran. Manusia, betapa pun gagahnya, suatu saat pasti mati. Setiap orang pasti akan mati dan hancur dimakan tanah. Hukum kehancuran berlaku hanya bagi manusia, benda dan meteri. Sedangkan Allah bukan manusia, benda atau materi. Dia adalah Dzat yang  tidak terkena hukum kehancuran atau kerusakan. Dia kekal abadi untuk selama lamanya, tidak bisa wafat atau dibunuh. Jika ada Allah yang bisa wafat atau dibunuh, maka itu bukan Allah tapi manusia biasa.
Sungguh, betapa hina dan lemahnya manusia ini di hadapan Allah. Makanya tidak pantas jika ia berbangga diri atau sombong dengan kehebatannya, karena segala kehebatan itu pada akhirnya akan berlalu, yang tersisa hanyalah amal kebaikan.




Kajian Lengkap Sifat 20 Allah swt

SIFAT WAJIB BAGI ALLAH SWT

1. Wujud : Artinya Ada
Yaitu tetap dan benar yang wajib bagi zat Allah Ta’ala yang tiada disebabkan dengan sesuatu sebab. Maka wujud ( Ada ) – disisi Imam Fakhru Razi dan Imam Abu Mansur Al-Maturidi bukan ia a’in maujud dan bukan lain daripada a’in maujud , maka atas qaul ini adalah wujud itu Haliyyah ( yang menepati antara ada dengan tiada) . Tetapi pada pendapat Imam Abu Hassan Al-Ashaari wujud itu  ‘ain Al-maujud , karena wujud itu zat maujud karena tidak disebutkan wujud melainkan kepada zat. Kepercayaan bahwa wujudnya Allah SWT. bukan saja di sisi agama Islam tetapi semua kepercayaan di dalam dunia ini mengaku menyatakan Tuhan itu ada. Firman Allah SWT. yang bermaksud :
” Dan jika kamu tanya orang-orang kafir itu siapa yang menjadikan langit dan bumi nescaya berkata mereka itu Allah yang menjadikan……………” ( Surah Luqman : Ayat 25 )
2. Qidam : Artinya Sedia
Pada hakikatnya menafikan ada permulaan wujud Allah SWT karena Allah SWT. menjadikan tiap-tiap suatu yang ada, yang demikian tidak dapat tidak keadaannya lebih dahulu daripada tiap-tiap sesuatu itu. Jika sekiranya Allah Ta’ala tidak lebih dahulu daripada tiap-tiap sesuatu, maka hukumnya adalah mustahil dan batil. Maka apabila disebut Allah SWT. bersifat Qidam maka jadilah ia qadim. Di dalam Ilmu Tauhid ada satu perkataan yang sama maknanya dengan Qadim Yaitu Azali. Setengah ulama menyatakan bahwa kedua-dua perkataan ini sama maknanya Yaitu sesuatu yang tiada permulaan baginya. Maka qadim itu khas dan azali itu am. Dan bagi tiap-tiap qadim itu azali tetapi tidak boleh sebaliknya, Yaitu tiap-tiap azali tidak boleh disebut qadim. Adalah qadim dengan nisbah kepada nama terbahagi kepada empat bagian :
·        Qadim Sifati ( Tiada permulaan sifat Allah Ta’ala )
·        Qadim Zati ( Tiada permulaan zat Allah Ta’ala )
·        Qadim Idhafi ( Terdahulu sesuatu atas sesuatu seperti terdahulu bapa nisbah kepada anak )
·        Qadim Zamani ( Lalu masa atas sesuatu sekurang-kurangnya satu tahun )
Maka Qadim Haqiqi ( Qadim Sifati dan Qadim Zati ) tidak harus dikatakan lain daripada Allah Ta’ala.
3. Baqa’ : Artinya Kekal
Sentiasa ada, kekal ada dan tiada akhirnya Allah SWT . Pada hakikatnya ialah menafikan ada kesudahan bagi wujud Allah Ta’ala. Adapun yang lain daripada Allah Ta’ala , ada yang kekal dan tidak binasa Selama-lamanya tetapi bukan dinamakan kekal yang hakiki ( yang sebenar ) Bahkan kekal yang aradhi ( yang mendatang jua seperti Arasy, Luh Mahfuz, Qalam, Kursi, Roh, Syurga, Neraka, jisim atau jasad para Nabi dan Rasul ). Perkara –perkara tersebut kekal secara mendatang tatkala ia bertakluq dengan Sifat dan Qudrat dan Iradat Allah Ta’ala pada mengekalkannya. Segala jisim semuanya binasa melainkan ‘ajbu Az-zanabi ( tulang kecil seperti biji sawi letaknya di tungking manusia, itulah benih anak Adam ketika bangkit daripada kubur kelak ). Jasad semua nabi-nabi dan jasad orang-orang syahid berjihad Fi Sabilillah yang mana ianya adalah kekal aradhi jua. Disini nyatalah perkara yang diiktibarkan permulaan dan kesudahan itu terbahagi kepada 3 bagian :
·        Tiada permulaan dan tiada kesudahan Yaitu zat dan sifat Alllah SWT.
·        Ada permulaan tetapi tiada kesudahan Yaitu seperti Arash, Luh Mahfuz , syurga dan lain-lain lagi.
·        Ada permulaan dan ada kesudahan Yaitu segala makhluk yang lain daripada perkara yang diatas tadi ( Kedua ).
4. Mukhalafatuhu Ta’ala Lilhawadith. Artinya : Bersalahan Allah Ta’ala dengan segala yang baharu.
Pada zat , sifat atau perbuatannya sama ada yang baru , yang telahada atau yang belum ada. Pada hakikat nya adalah menafikan Allah Ta’ala menyerupai dengan yang baharu pada zatnya , sifatnya atau perbuatannya. Sesungguhnya zat Allah Ta’ala bukannya berjirim dan bukan aradh Dan tiada sesekali zatnya berdarah , berdaging , bertulang dan juga bukan jenis leburan , tumbuh-tumbuhan , tiada berpihak ,tiada bertempat dan tiada dalam masa. Dan sesungguhnya sifat Allah Ta’ala itu tiada bersamaan dengan sifat yang baharu karena sifat Allah Ta’ala itu qadim lagi azali dan melengkapi ta’aluqnya. Sifat Sama’ ( Maha Mendengar ) bagi Allah Ta’ala berta’aluq ia pada segala maujudat tetapi bagi mendengar pada makhluk hanya pada suara saja. Sesungguhnya di dalam Al-Quraan dan Al-Hadith yang menyebut muka dan tangan Allah SWT. , maka perkataan itu hendaklah kita iktiqadkan thabit ( tetap ) secara yang layak dengan Allah Ta’ala Yang Maha Suci daripada berjisim dan Maha Suci Allah Ta’ala bersifat dengan segala sifat yang baharu.
5. Qiyamuhu Ta’ala Binafsihi : Artinya : Berdiri Allah Ta’ala dengan sendirinya .
Tidak berkehendak kepada tempat berdiri ( pada zat ) dan tidak berkehendak kepada yang menjadikannya Maka hakikatnya ibarat daripada menafikan Allah SWT. berkehendak kepada tempat berdiri dan kepada yang menjadikannya. Allah SWT itu terkaya dan tidak berhajat kepada sesuatu sama adapada perbuatannya atau hukumannya. Allah SWT menjadikan tiap-tiap sesuatu dan mengadakan undang-undang semuanya untuk faedah dan maslahah yang kembali kepada sekalian makhluk . Allah SWT menjadikan sesuatu ( segala makhluk ) adalah karena kelebihan dan belas kasihannya bukan berhajat kepada faedah. Allah SWT. Maha Terkaya daripada mengambil apa-apa manafaat di atas kataatan hamba-hambanya dan tidak sesekali menjadi mudharat kepada Allah Ta’ala atas sebab kemaksiatan dan kemungkaran hamba-hambanya. Apa yang diperintahkan atau ditegah pada hamba-hambanya adalah perkara yang kembali faedah dan manafaatnya kepada hamba-hambaNya jua. Firman Allah SWT. yang bermaksud :
” Barangsiapa berbuat amal yang soleh ( baik ) maka pahalanya itu pada dirinya jua dan barangsiapa berbuat jahat maka balasannya (siksaannya ) itu tertanggung ke atas dirinya jua “. ( Surah Fussilat : Ayat 46 ). Syeikh Suhaimi r.a.h berkata adalah segala yang maujudat itu dengan nisbah berkehendak kepada tempat dan kepada yang menjadikannya, terbahagi kepada empat bagian :
·        Terkaya daripada tempat berdiri dan daripada yang menjadikannya Yaitu zat Allah SWT.
·        Berkehendak kepada tempat berdiri dan kepada yang menjadikannya Yaitu segala aradh ( segala sifat yang baharu ).
·         Terkaya daripada zat tempat berdiri tetapi berkehendak kepada yang menjadikannya Yaitu segala jirim. ( Segala zat yang baharu ) .
·        Terkaya daripada yang menjadikannya dan berdiri ia pada zat Yaitu sifat Allah Ta’ala.
6. Wahdaniyyah.  Artinya : Esa Allah Ta’ala pada zat, pada sifat & pada perbuatan.
Maka hakikatnya ibarat daripada menafikan berbilang pada zat, pada sifat dan pada perbuatan sama ada bilangan yang muttasil (yang berhubung ) atau bilangan yang munfasil ( yang bercerai ).
Makna Esa Allah SWT pada zat itu Yaitu menafikan Kam Muttasil pada Zat ( menafikan bilangan yang berhubung dengan zat ) seperti tiada zat Allah Ta’ala tersusun daripada darah , daging , tulang ,urat dan lain-lain. Dan menafikan Kam Munfasil pada zat ( menafikan bilangan yang bercerai pada zat Allah Ta’ala )seperti tiada zat yang lain menyamai zat Allah Ta’ala.
Makna Esa Allah SWT pada sifat Yaitu menafikan Kam muttasil pada Sifat ( menafikan bilangan yang berhubung pada sifatnya ) Yaitu tidak sekali-kali bagi Allah Ta’ala pada satu-satu jenis sifatnya dua qudrat dan menafikan Kam Munfasil pada sifat ( menafikan bilangan –bilangan yang bercerai pada sifat ) Yaitu tidak ada sifat yang lain menyamai sebagaimana sifat Allah SWT. yang Maha Sempurna.
Makna Esa Allah SWT pada perbuatan Yaitu menafikan Kam Muttasil pada perbuatan ( menafikan bilangan yang bercerai–cerai pada perbuatan ) Yaitu tidak ada perbuatan yang lain menyamai seperti perbuatan Allah bahkan segala apa yang berlaku di dalam alam semuanya perbuatan Allah SWT sama ada perbuatan itu baik rupanya dan hakikatnya seperti iman dan taat atau jahat rupanya tiada pada hakikat-nya seperti kufur dan maksiat sama ada perbuatan dirinya atau perbuatan yang lainnya ,semuanya perbuatan Allah SWT dan tidak sekali-kali hamba mempunyai perbuatan pada hakikatnya hanya pada usaha dan ikhtiar yang tiada memberi bekas. Maka wajiblah bagi Allah Ta’ala bersifat Wahdaniyyah dan ternafi bagi Kam yang lima itu Yaitu :
1.            Kam Muttasil pada zat.
2.            Kam Munfasil pada zat.
3.            Kam Muttasil pada sifat.
4.            Kam Munfasil pada sifat.
5.            Kam Munfasil pada perbuatan.
Maka tiada zat yang lain , sifat yang lain dan perbuatan yang lain menyamai dengan zat , sifat dan perbuatan Allah SWT . Dan tertolak segala kepercayaan-kepercayaan yang membawa kepada menyekutukan Allah Ta’ala dan perkara-perkara yang menjejaskan serta merusakkan iman.
7. Al – Qudrah : Artinya : Kuasa qudrah Allah SWT.
Memberi bekas pada mengadakan meniadakan tiap-tiap sesuatu. Pada hakikatnya ialah satu sifat yang qadim lagi azali yang thabit ( tetap ) berdiri pada zat Allah SWT. yang mengadakan tiap-tiap yang ada dan meniadakan tiap-tiap yang tiada bersetuju dengan iradah. Adalah bagi manusia itu usaha dan ikhtiar tidak boleh memberi bekas pada mengadakan atau meniadakan , hanya usaha dan ikhtiar pada jalan menjayakan sesuatu . Kepercayaan dan iktiqad manusia di dalam perkara ini berbagai-bagaiFikiran dan fahaman seterusnya membawa berbagai-bagai kepercayaan dan iktiqad.
a. Iktiqad Qadariah :
Perkataan qadariah Yaitu nisbah kepada qudrat . Maksudnya orang yang beriktiqad akan segala perbuatan yang dilakukan manusia itu sama ada baik atau jahat semuanya terbit atau berpunca daripada usaha dan ikhtiar manusia itu sendiri dan sedikitpun tiada bersangkut-paut dengan kuasa Allah SWT.
b.  Iktiqad Jabariah :
Perkataan Jabariah itu nisbah kepada Jabar ( Tergagah ) dan maksudnya orang yang beriktiqad manusia dan makhluk bergantung kepada qadak dan qadar Allah semata-mata ( tiada usaha dan ikhtiar atau boleh memilih samasekali ).
c. Iktiqad Ahli Sunnah Wal – Jamaah :
Perkataan Ahli Sunnah Wal Jamaahialah orang yang mengikut perjalanan Nabi dan perjalanan orang-orang Islam Yaitu beriktiqad bahwa hamba itu tidak digagahi semata-mata dan tidak memberi bekas segala perbuatan yang disengajanya, tetapi ada perbuatan yang di sengaja pada zahir itu yang dikatakan usaha dan ikhtiar yang tiada memberi bekas sebenarnya sengaja hamba itu daripada Allah Ta;ala jua. Maka pada segala makhluk ada usaha dan ikhtiar pada zahir dan tergagah pada batin dan ikhtiar serta usaha hamba adalah tempat pergantungan taklif ( hukum ) ke atasnya dengan suruhan dan tegahan ( ada pahala dan dosa ).
8. Iradah : Artinya : Menghendaki Allah Ta’ala.
Maksudnya menentukan segala mumkin ttg adanya atau tiadanya. Sebenarnya adalah sifat yang qadim lagi azali thabit berdiri pada Zat Allah Ta’ala yang menentukan segala perkara yang harus atau setengah yang harus atas mumkin . Maka Allah Ta’ala yang selayaknya menghendaki tiap-tiap sesuatu apa yang diperbuatnya. Umat Islam beriktiqad akan segala hal yang telah berlaku dan yang akan berlaku adalah dengan mendapat ketentuan daripada Allah Ta’ala tentang rezeki , umur , baik , jahat , kaya , miskin dan sebagainya serta wajib pula beriktiqad manusia ada mempunyai nasib ( bagian ) di dalam dunia ini sebagaimana firman Allah SWT. yang bermaksud : ” Janganlah kamu lupakan nasib ( bagian ) kamudi dalam dunia ” . (Surah Al – Qasash : Ayat 77). Kesimpulannya ialah umat Islam mestilah bersungguh-sungguh untuk kemajuan di dunia dan akhirat di mana menjunjung titah perintah Allah Ta’aladan menjauhi akan segala larangan dan tegahannyadan bermohon dan berserah kepada Allah SWT.
9. ‘Ilmu :  Artinya : Mengetahui Allah Ta’ala .
Maksudnya nyata dan terang meliputi tiap-tiap sesuatu sama ada yangMaujud (ada) atau yang Ma’adum ( tiada ). Hakikatnya ialah satu sifat yang tetap ada ( thabit ) qadim lagi azali berdiri pada zat Allah Ta’ala. Allah Ta’ala Maha Mengetahui akan segala sesuatu sama ada perkara. Itu tersembunyi atau rahasia dan juga yang terang dan nyata. Maka ’ilmu Allah Ta’ala Maha Luas meliputi tiap-tiap sesuatu diAlam yang fana’ ini.

10. Hayat . Artinya : Hidup Allah Ta’ala.

Hakikatnya ialah satu sifat yang tetap qadim lagi azali berdiri pada zat Allah Ta’ala . Segala sifat yang ada berdiri pada zat daripada sifat Idrak ( pendapat ) Yaitu : sifat qudrat, iradat , Ilmu , Sama’ Bashar dan Kalam.
11. Sama’ : Artinya : Mendengar Allah Ta’ala.
Hakikatnya ialah sifat yang tetap ada yang qadim lagi azali berdiri pada Zat Allah Ta’ala. Yaitu dengan terang dan nyata pada tiap-tiap yang maujud sama ada yang maujud itu qadim seperti ia mendengar kalamnya atau yang ada itu harus sama ada atau telah ada atau yang akan diadakan. Tiada terhijab (terdinding ) seperti dengan sebab jauh , bising , bersuara , tidak bersuara dan sebagainya. Allah Ta’ala Maha Mendengar akan segala yang terang dan yang tersembunyi. Sebagaimana firman Allah Ta’ala yang bermaksud :
” Dan ingatlah Allah sentiasa Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui “.
( Surah An-Nisa’a – Ayat 148 )
12. Bashar : Artinya : Melihat Allah Ta’ala .
Hakikatnya ialah satu sifat yang tetap ada yang qadim lagi azali berdiri pada zat Allah Ta’ala. Allah Ta’ala wajib bersifat Maha Melihat sama ada yang dapat dilihat oleh manusia atau tidak, jauh atau dekat , terang atau gelap , zahir atau tersembunyi dan sebagainya. Firman Allah Ta’ala yang bermaksud : ” Dan Allah Maha Melihat akan segala yang mereka kerjakan “. ( Surah Ali Imran – Ayat 163 )
13 .Kalam : Artinya : Berkata-kata Allah Ta’ala.
Hakikatnya ialah satu sifat yang tetap ada , yang qadim lagi azali , berdiri pada zat Allah Ta’ala. Menunjukkan apa yang diketahui oleh ilmu daripada yang wajib, maka ia menunjukkan atas yang wajib sebagaimana firman Allah Ta’ala yang bermaksud : ” Aku Allah , tiada tuhan melainkan Aku ………”. ( Surah Taha – Ayat 14 ) Dan daripada yang mustahil sebagaimana firman Allah Ta’ala yang bermaksud : ” ……..( kata orang Nasrani ) bahwasanya Allah Ta’ala yang ketiga daripada tiga……….”. (Surah Al-Mai’dah – Ayat 73). Dan daripada yang harus sebagaimana firman Allah Ta’ala yang bermaksud : ” Padahal Allah yang mencipta kamu dan benda-benda yang kamu perbuat itu”. (Surah Ash. Shaffaat – Ayat 96). Kalam Allah Ta’ala itu satu sifat jua tiada berbilang. Tetapi ia berbagai-bagai jika dipandang dari perkara yang dikatakan Yaitu :
1.      Menunjuk kepada ‘amar ( perintah ) seperti tuntutan mendirikan solat dan lain-lain kefardhuan.
2.      Menunjuk kepada nahyu ( tegahan ) seperti tegahan mencuri dan lain-lain larangan.
3.      Menunjuk kepada khabar ( berita ) seperti kisah-kisah Firaundan lain-lain.
4.      Menunjuk kepada wa’ad ( janji baik ) seperti orang yang taat dan beramal soleh akan dapat balasan syurga dan lain-lain.
5.      Menunjuk kepada wa’ud ( janji balasan siksa ) seperti orang yang mendurhaka kepada ibu & bapak akan dibalas dengan azab siksa yang amat berat.
14. Kaunuhu Qadiran : Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Berkuasa Mengadakan Dan Mentiadakan.
Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat Qudrat.
15.Kaunuhu Muridan : Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Menghendaki dan menentukan tiap-tiap sesuatu.
Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala , tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat Iradat.
16.Kaunuhu ‘Aliman : Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Mengetahui akan Tiap-tiap sesuatu.
Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat ‚Ilmu.
17.Kaunuhu Hayyun : Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Hidup.
Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat Hayat.
18.Kaunuhu Sami’an : Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Mendengar akan tiap-tiap yang Maujud.
Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum, Yaitu lain daripada sifat Sama’.
19.Kaunuhu Bashiran : Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Melihat akan tiap-tiap yang Maujudat ( Benda yang ada ).
Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat Bashar.
20.Kaunuhu Mutakalliman : Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Berkata-kata.
Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat Kalam.
.
.
SIFAT MUSTAHIL BAGI ALLAH S.W.T

Wajib atas tiap-tiap mukallaf mengetahui sifat-sifat yang mustahil bagi Allah yang menjadi lawan daripada dua puluh sifat yang wajib baginya. Maka dengan sebab itulah di nyatakan di sini sifat-sifat yang mustahil satu-persatu :
1.  ‘Adam beerti “tiada”
2.  Huduth beerti “baharu”
3.  Fana’ beerti “binasa”
4.  Mumathalatuhu Lilhawadith beerti “menyerupai makhluk”
5.  Qiyamuhu Bighayrih beerti “berdiri dengan yang lain”
6.  Ta’addud beerti “berbilang-bilang”
7.  ‘Ajz beerti “lemah”
8.  Karahah beerti “terpaksa”
9.  Jahl beerti “jahil/bodoh”
10.  Mawt beerti “mati”
11.  Samam beerti “tuli”
12.  ‘Umy beerti “buta”
13.  Bukm beerti “bisu”
14.  Kaunuhu ‘Ajizan beerti “keadaannya yang lemah”
15.  Kaunuhu Karihan beerti “keadaannya yang terpaksa”
16.  Kaunuhu Jahilan beerti “keadaannya yang jahil/bodoh”
17.  Kaunuhu Mayyitan beerti “keadaannya yang mati”
18.  Kaunuhu Asam beerti “keadaannya yang tuli”
19.  Kaunuhu A’ma beerti “keadaannya yang buta”
20.  Kaunuhu Abkam beerti “keadaannya yang bisu”
.

.
SIFAT HARUS BAGI ALLAH S.W.T
Adalah sifat yang harus pada hak Allah Ta’ala hanya satu saja Yaitu Harus bagi Allah mengadakan sesuatu atau tidak mengadakan sesuatu atau di sebut sebagai “mumkin” (Fi’lu kulli Mumkinin Autarkuhu). Mumkin  ialah sesuatu yang  harus ada dan tiada. Harus disini artinya boleh-boleh saja. Artinya boleh-boleh saja Allah SWT menciptakan sesuatu, yakni tidak ada paksaan dari sesuatu, karena Allah bersifat Qudrat dan Irodah. Dan boleh-boleh saja bagi Allah SWT meniadakan sesuatu.
.
Wallahu a’lam.

from:  http://orgawam.wordpress.com