Isbal : Definisi, Hukum, Dalil dan Batas Keharamannya

Ringkasan :

  • Isbal seperti emas dan sutra yaitu khusus bagi wanita dan diharamkan bagi laki-laki. Termasuk pula haramnya pakaian berwarna dasar merah (merah dan merah muda bukan merah hati/tua) menurut pendapat yang paling kuat. Sebab semuanya sama-sama bagian dari perhiasan dan keindahan.
  • Agama menetapkan isbal adalah perbuatan haram bagi laki-laki walaupun tidak dengan kesombongan.
  • Ancaman terhadap perbuatan isbal adalah bagi yang sombong yaitu berpaling dari kebenaran (bathoru al-haq) bukan bagi yang tidak tahu.
  • Para sahabat nabi yang melakukan isbal (Abu Bakar, Ibnu Umar, Ubaid bin Khalid, Khuraim As-Sa’adi dan seorang sahabat yang kakinya cacat) bukanlah karena sombong namun karena belum tahu, sebab agama baru mengajarkannya.
  • Fenomena penolakan yang terjadi saat ini (setelah kuatnya dalil pendapat yang mengharamkannya) salah satunya adalah disebabkan karena sebagian orang beranggapan bahwa tidak isbal itu berarti harus cingkrang atau diatas mata kaki. Padahal tidak isbal itu asal tidak melebihi mata kaki dan ini tidak harus tampak cingkrang. Oleh karena itu, mereka sering berdalih bahwa ulama saja banyak yang isbal, padahal nyatanya tidak. Namun karena sudah terlanjur salah anggapan tersebut maka gengsi (kesombongan) mereka untuk dikatakan salah membuat mereka mempertahankan pendapatnya.

Definisi dan batasan isbal

Definisi : Isbal adalah memanjangkan pakaian (gamis, sarung, celana dan sorban) melebihi mata kaki.

Batasan isbal, ada beberapa kata yang digunakan dalam hadits, diantaranya :
  • Kata “jarra” artinya menjulurkan/ menyeret, maksudnya menyentuh tanah atau dapat pula melebihi batasan. Kata ini digunakan cukup banyak.
  • Kata “asfala minal ka’bain” artinya lebih rendah dari mata kaki. Kata ini digunakan cukup banyak pula.
  • Kata “fil ka’bain” artinya di mata kaki. Kata ini hanya ada pada satu/sedikit nash.
  • Kata “ilal ka’bain” artinya sampai mata kaki. Kata ini hanya ada pada satu/sedikit nash pula.
Kesimpulan : batasan isbal adalah bagian mata kaki yang paling menonjol. Hal ini ditandai selama pakaian tidak menyentuh punggung kaki. Namun untuk kehati-hatian lebih baik batasnya pada mata kaki bagian atas (tidak menutupi mata kaki).

Dalil-dalil tentang isbal

Dalil-dalil tentang isbal dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) macam :
  • Dalil larangan isbal secara umum,
  • Dalil larangan isbal dengan keterangan sombong,
  • Dalil larangan isbal dengan penjelasan arti sombong.
Dari banyak dan jelasnya dalil larangan isbal secara umum sebenarnya sudah tampak bahwa isbal haram secara mutlak. Sebab keterangan sombong pada dalil tipe kedua dapat berarti 2 (dua) hal :
  • Perbuatan tersebut adalah perbuatan sombong,
  • Perbuatan tersebut haram jika ada sertai kesombongan di hati.
Hal ini dikuatkan dengan dalil tipe ketiga yang menjelaskan secara gamblang bahwa sombong yang dimaksud adalah perbuatannya. Sehingga hukum isbal adalah haram mutlak bagi laki-laki.

1. Dalil larangan isbal secara umum

    • Penjelasan rasul tentang batas ujung pakaian
      هَذَا مَوْضِعُ الإِزَارِ فَإِنْ أَبِيْتَ فَأَسْفَلَ فَإِنْ أَبِيْتَ فَلاَ حَقَّ لِلإِزَارِ فِي الْكَعْبَيْنِ
      Dari Hudzaifah berkata : Rasulullah memegang urat (pertengahan) betisku. Maka beliau bersabda : “Ini adalah batas panjang kain sarungmu. Apabila engkau enggan, maka boleh di bawahnya. Dan jika engkau masih enggan pula, maka tidak ada hak bagi kain sarung untuk melebihi mata kaki” (HR At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibnu Majah, Ahmad, Ibnu Hibban dan Al-Baghawi, dishahihkan Al-Albani)
      Hadits ini dengan jelas mengatakan “Dan jika engkau masih enggan pula, maka TIDAK ADA HAK bagi kain sarung untuk melebihi mata kaki".
       
      •  Ancaman isbal di neraka
      مَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ مِنَ الإِزَارِ فَفِى النَّارِ
      Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Kain yang berada di bawah mata kaki itu berada di neraka.” (HR. Bukhari dan Ahmad)
      Serta hadits :
      ثلاثةٌ لا يُكَلِّمُهُمُ اللهُ يَوْمَ القِيَامَةِ ، وَلاَ يَنْظُرُ إلَيْهِمْ ، وَلاَ يُزَكِّيهِمْ ، وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ ، قَالَ : فقَرأها رسول الله ثلاثَ مِرَارًا ، قَالَ أَبُو ذرٍّ : خَابُوا وَخَسِرُوا ! مَنْ هُمْ يَا رسول الله ؟ قَالَ : المُسْبِلُ ، وَالمنَّانُ ، وَالمُنْفِقُ سِلْعَتَهُ بِالحَلِفِ الكاذِبِ
      Dari Abu Dzar, Rasulullah bersabda: “Ada tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari Kiamat kelak, tidak dilihat, tidak disucikan dan mereka akan mendapat siksa yang sangat pedih.” Ia berkata: “Rasulullah mengucapkannya sebanyak tiga kali.” Abu Dzar bertanya: “Sungguh sangat jelek dan merugi mereka itu. Siapa mereka itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Musbil (orang yang menjulurkan kain hingga di bawah mata kaki), orang yang gemar mengungkit kebaikan yang telah ia berikan dan seorang yang menjual dagangannya dan bersumpah dengan sumpah palsu.” HR. Muslim, Abu Dawud, An-Nasa’I dan Ad-Darimi)
      Ancaman pada hadits ini bukan hanya disiksa di neraka, namun pula tidak diajak bicara oleh Allah, tidak dilihat dan tidak disucikan/ diampuni dosanya. Pertanyaannya apakah dosa isbalnya saja yang tidak diampuni atau dosa lainnya pula. Oleh karena itu, hati-hatilah saudaraku.
       
      • Perintah rasul menaikkan pakaian
      مَرَرْتُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَفِي إِزَارِي اسْتِرْخَاءٌ فَقَالَ: يَا عَبْدَ اللَّهِ ارْفَعْ إِزَارَكَ! فَرَفَعْتُهُ. ثُمَّ قَالَ: زِدْ! فَزِدْتُ. فَمَا زِلْتُ أَتَحَرَّاهَا بَعْدُ. فَقَالَ بَعْضُ الْقَوْمِ: إِلَى أَيْنَ؟ فَقَالَ: أَنْصَافِ السَّاقَيْنِ
      Aku (Ibnu Umar) pernah melewati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sementara kain sarungku terjurai (sampai ke tanah). Beliau pun bersabda, “Hai Abdullah, naikkan sarungmu!”. Aku pun langsung menaikkan kain sarungku. Setelah itu Rasulullah bersabda, “Naikkan lagi!” Aku naikkan lagi. Sejak itu aku selalu menjaga agar kainku setinggi itu.” Ada beberapa orang yang bertanya, “Sampai di mana batasnya?” Ibnu Umar menjawab, “Sampai pertengahan kedua betis.” (HR. Muslim)
      Perkataan Ibnu Umar “Sejak itu aku selalu menjaga agar kainku setinggi itu” serta pertanyaan sahabat/ tabiin lainnya tentang batasnya menandakan seperti apa cara beragama mereka. Lantas kita yang mengaku-ngaku mengikuti Rasul, para sahabat dan para salaf lainnya apakah telah beragama seperti mereka?

      Kemudian hadits :
      أَبْعَدَ رَسُولُ اللهِ رَجُلا ً يَجُرُّ إِزَارَهُ ، فَأَسْرَعَ إِلَيْهِ أَوْ هَرْوَلَ فَقَالَ : ارْفَعْ إِزَارَكَ وَ اتَّق ِاللهَ ، قَالَ : إِنِّي أَحْنَفُ تَصْطَكُّ رُكْبَتَايَ ، فَقَالَ : ارْفَعْ إِزَارَكَ فَإِنَّ كُلَّ خَلْق ِ اللهِ حَسَنٌ ، فَمَا رُؤِيَ ذَ لِكَ الرَّجُلُ بَعْدُ إِلاَّ إِزَارُهُ يُصِيبُ أَنْصَافَ سَاقَيْهِ أَوْ إِلَى أَنْصَافِ سَاقَيْهِ
      Dari Amr bin Asy-Syarid berkata : Dari kejauhan Rasulullah melihat seorang laki-laki yang menjulurkan kain sarungnya hingga terseret. Maka beliaupun bergegas untuk menjumpainya, atau beliau berlari-lari kecil menuju orang tersebut. Lalu beliau menegurnya: “Angkatlah kain sarungmu dan bertaqwalah kepada Allah.” Maka orang itupun berkata : “Sesungguhnya saya seorang yang memiliki kaki bengkok dan kedua lutut saya berbenturan ketika berjalan.” Ternyata Rasulullah tetap mengatakan : “Angkatlah kain sarungmu, karena sesungguhnya semua ciptaan Allah adalah bagus.” Maka setelah kejadian itu tidaklah nampak laki-laki tersebut melainkan kain sarungnya senantiasa terangkat hingga pada tengah-tengah kedua betisnya atau di bawahnya sedikit.” (HR. Ahmad, Al-Humaidi dan Ath-Thahawi, dishahihkan Al-Albani)
      Dalam hadits ini sangat jelas bagaimana agama melarang isbal walaupun bukan karena sombong. Lihat bagaimana rasulullah hingga mengejar orang yang isbal untuk mengingatkannya. Bahkan hingga berkata “bertakwalah kepada Allah” menandakan isbal itu sesuatu yang dilarang. Padahal orang tersebut isbal untuk menutupi cacatnya, namun rasulullah tetap menyuruhnya menaikkan kainnya. Lihat pula bagaimana orang itu selalu menjaga tidak isbal. Dalam riwayat lain hingga akhir hayatnya.
       
      • Contoh teladan rasul dan kesempurnaan penampilan
      سَمِعْتُ عَمَّتِي ، تُحَدِّثُ عَنْ عَمِّهَا ، قَالَ : بَيْنَا أَنَا أَمشِي بِالْمَدِينَةِ ، إِذَا إِنْسَانٌ خَلْفِي يَقُولُ : ارْفَعْ إِزَارَكَ ، فَإِنَّهُ أَتْقَى وَأَبْقَى فَإِذَا هُوَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم ، فَقُلْتُ : يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّمَا هِيَ بُرْدَةٌ مَلْحَاءُ ، قَالَ : أَمَا لَكَ فِيَّ أُسْوَةٌ ؟ فَنَظَرْتُ فَإِذَا إِزَارُهُ إِلَى نِصْفِ سَاقَيْهِ
      Dari Al-Asy’ats bin Sulaim, ia berkata : Aku mendengar bibiku yang diceritakan dari pamannya (Ubaid bin Khalid), ia berkata : “Ketika aku sedang berjalan di kota Madinah, tiba-tiba ada seorang di belakangku sambil berkata, “Tinggikan sarungmu! Sesungguhnya hal itu lebih mendekatkan kepada ketakwaan.” Ternyata dia adalah Rasulullah. Aku pun bertanya kepadanya, “Wahai Rasulullah, ini hanyalah burdah Malhaa (bergaris hitam dan putih). Rasulullah menjawab, “Tidakkah pada diriku terdapat teladan?” Maka aku melihat sarungnya hingga setengah betis”. (HR. Tirmidzi dan Ahmad, dishahihkan oleh Al-Albani)
      Pada hadits ini Rasulullah mengingatkan menjauhi isbal bagian dari ketakwaan (menjauhi hal yang dilarang). Bahkan rasulullah sampai mengingatkan bahwa dirinya adalah teladan bagi orang yang beriman.

      Serta hadits :
      نِعْمَ الرَّجُلُ خُرَيمٌ الأسَديُّ ! لولا طُولُ جُمَّتِهِ وَإسْبَالُ إزَارِهِ!
      Rasulullah bersabda : “Sebaik-baik laki-laki adalah Khuraim Al-Asady jika saja dia tidak panjang rambutnya dan isbal kain sarungnya” (HR. Ahmad, hasan lighairihi)
      Maksudnya "sebaik-baik" dalam hadits ini adalah sebaik-baik penampilan.

      2. Dalil larangan isbal dengan keterangan sombong

      • Ancaman isbal tidak dilihat Allah
      الإِسْبَالُ فِي الإِزَارِ وَالْقَمِيصِ وَالْعِمَامَةِ مَنْ جَرَّ مِنْهَا شَيْئًا خُيَلاَءَ لاَ يَنْظُرُ اللهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
      Dari Ibnu Umar, rasulullah bersabda: “Isbal itu ada pada kain sarung, baju panjang dan sorban. Barangsiapa memanjangkannya karena sombong maka Allah tidak akan melihatnya pada hari Kiamat kelak.” (HR. Abu Dawud, An-Nasa’i, Ibnu Majah dan dishahihkan Al-Albani)
      Serta hadits :
      مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلَاءَ لَمْ يَنْظُرْ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ إِنَّ أَحَدَ شِقَّيْ ثَوْبِي يَسْتَرْخِي إِلَّا أَنْ أَتَعَاهَدَ ذَلِكَ مِنْهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّكَ لَسْتَ تَصْنَعُ ذَلِكَ خُيَلَاءَ
      Dari Abdullah bin Umar, Rasulullah bersabda: Siapa yang menyeret kainnya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya. Kemudian Abu Bakar bertanya: Wahai Rasulullah, sesungguhnya satu bagian (ujung) dari kainku menjulur. Kecuali aku harus terus menjaganya agar tidak menjulur. Rasulullah bersabda: Kamu tidak termasuk orang yang melakukannya dengan sombong. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
      Kata “satu ujung kainku” dan “kecuali aku terus menjaga tidak menjulur” menandakan bahwa Abu Bakar tidak isbal namun kainnya sering melorot karena ia kurus. Terlebih lagi pada saat itu agama baru mengajarkannya. Sebagaimana Ibnu Umar pada hadits diatas dan yang lainnya setelah diajarkan maka tidak isbal selamanya.

      Demikian pula hadits :
      إِنَّ الَّذِى يَجُرُّ ثِيَابَهُ مِنَ الْخُيَلاَءِ لاَ يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
      Dari Ibnu Umar, Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya orang yang menyeret pakaiannya dengan sombong, Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
      Serta hadits :
      لاَ يَنْظُرُ اللهُ يَوْمَ القِيَامَةِ إِلَى مَنْ جَرَّ إِزَارَهُ بَطَرًا
      Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: “Allah tidak akan melihat kepada orang yang menjulurkan kain sarungnya karena kesombongan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
      • Batas isbal wanita sampai telapak kaki tidak tampak
      مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاءَ لَمْ يَنْظُرِ اللهُ إِلَيْهِ يَوْمَ القِيَامَةِ فَقَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ : فَكَيْفَ تَصْنَعُ النِّسَاءُ بذُيُولِهِنَّ ؟ قَالَ : يُرْخِينَ شِبْراً قالت : إِذَاً تَنْكَشِفُ أقْدَامُهُنَّ قَالَ : فَيرخِينَهُ ذِرَاعاً لاَ يَزِدْنَ
      Dari Ibnu Umar, rasulullah bersabda : Barangsiapa yang memanjangkan kainnya di bawah mata kaki maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat. Ummu Salamah berkata : Lalu apa yang seharusnya dilakukan wanita dengan ujung kainnya ? Beliau menjawab : turunkan sejengkal saja. Ummu Salamah bertanya lagi : Kalau begitu tersingkaplah telapak kaki mereka ? Beliau bersabda : Turunkan sehasta, tidak boleh lebih. (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
      Maksudnya sejengkal atau sehasta adalah dari pertengahan betis. Sejengkal berarti hampir menyentuh tanah. Sedangkan sehasta berarti menyentuh tanah sepanjang kurang dari setengah jengkal. Intinya hingga telapak kaki tidak tampak.
       
      • Larangan isbal ketika shalat
      مَنْ أَسْبَلَ إِزَارَهُ فِي صَلاَتِهِ خُيَلاَءَ فَلَيْسَ مِنَ اللهِ فِي حِلٍّ وَلاَ حَرَامٍ
      Dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata: “Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda: “Barangsiapa menjulurkan kain sarung dengan sombong di dalam shalatnya maka Allah tidak akan menghalalkan dan tidak mengharamkan.” (HR. Abu Dawud dan dishahihkan Al-Albani)
      Maksudnya, Allah tidak akan menghalalkan (baginya masuk ke Surga) dan tidak mengharamkan (baginya masuk Neraka). Ada pula yang mengartikan shalatnya sah tapi tidak ada pahala. Adapun hadits Allah tidak menerima shalat orang yang isbal adalah dhaif (lemah) walaupun isinya bisa jadi benar.

      3. Dalil larangan isbal dengan penjelasan arti sombong

      • Penjelasan isbal adalah perbuatan sombong (larangan mutlak)
      وَارْفَعْ إزَارَكَ إِلَى نِصْفِ السَّاقِ ، فَإنْ أبَيْتَ فَإلَى الكَعْبَينِ ، وَإيَّاكَ وَإسْبَالَ الإزَار فَإنَّهَا مِنَ المخِيلَةِ ، وَإنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ المَخِيلَة
      Dari Jabir bin Sulaim, Rasulullah bersabda : “Angkat sarung mu hingga pertengahan betis. Apabila engkau enggan, sampai (atas) mata kaki. Waspadalah engkau dari isbal, karena hal itu adalah kesombongan, dan Allah tidak menyukai kesombongan.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani)
      Hadits ini adalah dalil paling jelas yang menyebutkan isbal itu perbuatan sombong dengan atau tanpa disertai kesombongan di hati. Sebab perbuatannya yang dihukumi haram seperti halnya laki-laki memakai emas dan sutra. Namun tidak ada dosa bagi orang yang tidak mengetahuinya serta tidak sombong, sebab perbuatannya yang dihukumi.
       
      • Definisi sombong adalah menolak kebenaran (bathoru al-haq)
      إِزْرَةُ الْمُسْلِمِ إِلَى نِصْفِ السَّاقِ وَلاَ حَرَجَ أَوْ لاَ جُنَاحَ فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْكَعْبَيْنِ مَا كَانَ أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ فَهُوَ فِي النَّارِ مَنْ جَرَّ إِزَارَهُ بَطَرًا لَمْ يَنْظُرِ اللهُ إِلَيْهِ
      Dari Abu Sa’id Al-Khudri, rasulullah bersabda : “Sesungguhnya batas sarung seorang muslim adalah setengah betis dan tidak mengapa jika posisinya berada di antara setengah betis dan mata kaki. Apabila di bawah mata kaki maka tempatnya di Neraka dan barang siapa menjulurkan sarungnya karena sombong maka Allah tidak akan melihat kepadanya.” (HR. Abu Dawud, An-Nasa’i, Ibnu Majah dan yang lain dishahihkan oleh Al-Albani)
      Dalam hadits ini, setelah menjelaskan batasan yang diperbolehkan maka Rasul menjelaskan batasan yang tidak diperbolehkan dengan ancaman neraka. Hal ini menandakan isbal itu haram. Kemudian setelah menjelaskan batasan-batasannya, Rasul mengancam perbuatan isbal dengan keterangan “bathoru” alias “sombong” menunjukkan perbuatan isbal adalah perbuatan sombong sehingga haram mutlak, dimana akan terkena ancaman jika berpaling (sombong) namun tidak berdosa jika tidak tahu (bukan berpaling). Sebab sombong adalah menolak kebenaran (bathoru al-haq) dan memandang rendah manusia seperti hadits Nabi :
      الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
      "Sombong adalah menolak kebenaran (bathoru al-haq) dan meremehkan orang lain." (HR. Muslim)

      Nasehat

      Bagi Anda yang khawatir fitnah seperti para pegawai atau yang berada pada lingkungan formal, tetap tidak alasan bagi Anda untuk isbal. Sebab tidak isbal itu tidak harus cingkrang atau menyolok mata. Terlebih lagi jika celana Anda mengecil pada bagian ujungnya (tidak cutbray). Ditambah dengan kaos kaki dan sepatu yang sewarna dengan celana maka hilanglah sama sekali kesan cingkrangnya walaupun ujung celana Anda tepat diatas mata kaki (tidak menutup mata kaki).

      Namun apabila anda sedang tidak bekerja atau bekerja pada lingkungan yang tidak formal, maka sempurnakanlah mengikuti sunnah Nabi yaitu pada pertengahan betis. Agar selain pahala kesempurnaan sunnah Nabi, Anda mendapat pula pahala yang lebih besar yaitu dakwah pasif membiasakan umat pada sunnah Nabinya. Sehingga umat tidak memandang aneh laki-laki yang cingkrang. Padahal jika wanita yang cingkrang malah dianggap normal.

      Sebaliknya, jika Anda bekerja pada lingkungan formal, maka jangan Anda paksakan memakai celana cingkrang bahkan memakai gamis. Sebagaimana yang banyak kita saksikan sendiri. Sebab hal ini lebih besar fitnahnya dan membuka pintu setan agar umat membenci sunnah. Terlebih lagi Anda ditempatkan pada bagian yang berhubungan dengan pihak luar. Perusahaan Anda punya hak atas Anda. Perkara yang wajib adalah mentaati Allah, memelihara jenggot, tidak isbal dan mencegah fitnah. Adapun celana cingkrang adalah kesempurnaan sunnah. Sedangkan gamis hanya mubah atau afdhal saja.  Wallahu a'lam.

      Iyas Tanjung
      Bogor, 31 Januari 2018